LOVE UNTUK AYAH IBU DI SANA

 








LOVE UNTUK AYAH IBU

Gerimis malam itu, mengundang selera tidurku semakin memuncak. Tapi, entah kenapa malam itu aku nggak bisa tidur. Aku beranjak pergi ke kamar tidur membuka jendela kamar dan membiarkan angin malam masuk mendamaikan suasana hati. Aku duduk di pinggir tempat tidurku menghadap jendela dan membiarkan mataku berkeliaran menatap keluar. Terasa tamparan angin dan rintik air hujan menghujam mukaku saat mereka menerobos masuk ke dalam kamarku lewat celah-celah jendela kamar. Malam itu sunyi, semua mahluk hidup berhenti dari aktivitas kerjanya, dan memanjakan badannya untuk istirahat. Hanya rintik air hujan yang terdengar ketika jatuh menimpa atap seng.

Aku teringat foto yang kusimpan dilemari yang sudah lama tidak kulihat. Kuambil foto itu di dalam lemariku yang kusimpan baik-baik selama bertahun-tahun. Kusapu foto itu dengan bajuku karna debu-debu yang menempel di foto itu. Fotonya kelihatan sudah buram. Foto kenangan, bisikku dalam hati. Foto ini menyimpan sejuta kenangan indah sewaktu aku masih kecil. Lalu kupandangi foto itu, nampaklah 3 orang dalam satu keluarga dalam foto itu. seorang anak sedang duduk di kursi tinggi diapit oleh dua orang di samping kiri dan kanannya. Anak tersebut saya sendiri. Kupasati fotoku waktu kecil itu, ada bekas obat merah di lututku sepanjang sekitar 1 cm. Luka itu akibat jatuh dari bermain kejar-kejaran dengan teman-temanku. Waktu sedang berlari kakiku tersandung batu dan seketika aku terhempas jatuh ke aspal dan lututku langsung mencium aspal. Darah segar mengalir dari lututku. Lalu ayahku segera memberikan obat merah di lututku ketika aku pulang ke rumah mengaduh kesakitan. Dalam foto itu aku kelihatan sangat lucu sekali. Badanku gemuk serta kulit putih yang mulus, berbeda jauh dengan keadaan aku sekarang kurus, kecil, pendek, dan hitam. Hihihi... Difoto itu aku mengenakan celana pendek dan baju kaos yang bertuliskan satria baja hitam yang menjadi baju andalanku pada waktu itu karena baju itu sedang musim dipakai oleh anak-anak sebayaku. Mendapatkan baju itu butuh perjuangan yang sangat besar sekali, karena ibu semula tidak mau membelikan baju itu, tapi aku terus merengek minta dibeliin baju itu. Akhirnya ibuku menyerah dan membelikan aku baju itu. Aku tersenyum sendiri mengingat tingkahku waktu kecil itu. Lalu, aku menatap Seorang Bapak kira-kira berumur 40-an berdiri di sisi kananku dengan memakai baju hansip dinas PNS. Badannya tegap dengan kumis yang menghias di atas bibirnya dan tatapan matanya terlihat tajam menatap ke depan. Lelaki itu adalah ayahku yang sangat aku sayangi dan aku kagumi, karna berkatnya lah aku banyak belajar mengarungi hidup. Ayah sering cerita padaku tentang perjuangan hidup yang dilakukan olehnya demi mengapai cita-cita dan merubah nasib.

Ayahku adalah orang yang pantang menyerah dalam mengejar cita-cita walaupun keluarga ayahku pada waktu itu termasuk keluarga yang miskin. Kakek dan nenekku hanyalah seorang petani dengan penghasilan yang sedikit harus menghidupi 7 orang anaknya termasuk ayahku. Karna itulah anak-anaknya hanya sekolah sebatas SD. Tetapi ayahku tidak mau seperti saudara-saudaranya, ayahku bersikukuh tidak mau berhenti sekolah. Pernah suatu waktu kakek berkata pada ayah setelah ayah baru tamat SD bahwa kakek tidak sanggup lagi untuk membiayai sekolah ayahku. Namun ayah tetap tidak mau berhenti sekolah walaupun dalam keadaan susah sekali. Kakek menyerah dia tidak bisa membendung semangat ayah untuk sekolah. Akhirnya ia membiarkan ayahku sekolah sampai setinggi-tingginya. Ayahpun melanjutkan sekolahnya ke SMP dan SMA di kota Lahat dengan bermodalkan nekad dan semangat yang tinggi. Ayah tidak mau berpangku tangan menunggu kiriman kakek yang jarang mengirimnya uang. Ayah bekerja ke sana ke mari mendapatkan uang untuk membiayai sekolahnya. Beragam pekerjaan dilakoni ayahku, menjadi tukang las, menjual air bersih dengan memakai gerobak keliling kampong dan buruh harian. Uang yang ia dapatkan ia tabung untuk membiayai kebutuhan sekolahnya.

Akhirnya berkat usaha, kerja keras dan do’a ayahku pun bisa mewujudkan impiannya menjadi orang sukses dan bisa meningkatkan martabat diri. Dan kini, ayah bisa menikmati hasil dari jerih payahnya sendiri. Setiap kali aku ingat cerita ayah, aku merasa sangat berdosa sekali kalau aku bermalas-malasan untuk sekolah sekaligus malu pada ayahku karna ayahku yang tidak dibiayai sepenuhnya oleh kakek semangat dan rajin sekolah sedangkan aku yang dibiayai sekolah dan diberi uang jajan tidak mau sekolah. Oleh karna itulah, aku ingin mengikuti jejak ayahku hingga aku juga bisa mengggapai cita-cita yang aku dambakan. Dad ..,, your are a my inspirator … I love U dad.  Namun, di hari Idul Adha yang suci (10 Juli 2022) ayah pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Aku kesulitan untuk mengungkapkan perasaanku, antara sedih, marah, kecewa, semuanya menyatu. Aku ikhlas untuk semuanya. Walaupun kini Engkau telah tiada ayah, terima kasih atas kehadiranmu dalam setiap pikiranku dalam menentukan langkah hidupku.

Kemudian, aku beralih menatap orang di samping kiriku, nampaklah seorang wanita yang berumur kira-kira 30-an. Dia adalah ibuku yang cantik dan selalu kurindukan. Wajahnya sumringah dengan senyum yang mengembang menghiasi mukanya serta baju kameja dengan rok setengah lutut berwarna putih menambah anggun penampilan ibuku dalam foto itu.

Tangan kanannya memegang pundakku dengan penuh kasih sayang. Tapi, sentuhan lembut ibuku tidak pernah aku rasakah lagi semenjak aku duduk di kelas 2 SD karna ibuku telah menghadap yang mahakuasa terlebih dahulu. Ibuku meninggal karna penyakit maag yang telah lama dideritanya. Berulang kali ibuku keluar masuk rumah sakit dan berbagai pengobatan tradisional pun telah dilakukan tapi ibuku tidak kunjung sembuh. Aku selalu berdo’a di dalam hati semoga tuhan menyembuhkan penyakit ibu. Pernah suatu waktu ketika aku menemani ibuku yang sedang sakit, aku berdo’a pada tuhan, seandainya penyakit ini bisa dipindahkan, aku rela dan siap tuhan penyakit ini kau pindahkan ke dalam tubuhku. Walaupun aku masih kecil , aku berani mentaruhkan hidupku untuk ibuku. Saya sangat yakin surga ada ditelapak kaki ibu. Biarlah aku yang merasakan penyakit ini ya tuhan… karna aku tak tahan melihat penderitaan ibuku ini. Aku tidak bisa membendung perasaanku, air mataku mengalir deras. Kuelus rambut ibuku, kupijat kaki dan tangan ibuku berharap agar ibu tidak terus-terusan mengeluh kesakitan. Semakin lama, penyakit ibu tidak kunjung sembuh bahkan semakin parah. Rupanya Allah telah mengambilnya dari kehidupan keluarga kami.

Ketika ku tahu ibuku meninggal aku tidak bisa lagi menahan perasaan ini. Aku menangis sekuat-kuatnya. Aku mengoyang-goyangkan badan ibuku yang sudah terkujur kaku. tetesan air mata yang mengalir deras dari mataku menjadi penanda kedukaanku. Aku hanya mampu menangis..menangis.,,dan meratapi kepergian ibu. Aku memeluk tubuh ibuku untuk yang terakhir kalinya. Kakakku mengendong aku dan mencoba menenangkan aku. Kelihatannya dia tabah menghadapi cobaan ini. kami sekeluarga akhirnya merelakan kepergiannya , karna semuanya adalah kehendak tuhan. Selamat jalan ibok.,, aku selalu merindukanmu di sini. I love you mom. Rupanya tanpa saya sadari air mataku benar-benar mengalir di pipiku ketika aku mengenang sosok ibuku. Air mataku jatuh mengenai foto yang aku pegang ketika aku sadar setelah mengenang masa lalu dan terbayang akan kebersamaanku dengan ayah dan ibu. Dadaku terasa sesak jika mengingat memori itu kembali. Rupanya aku tak kuasa menahan perasaanku. Air mata terus mengalir dari mataku dengan iringan rintikan air hujan. 

‘Cerpen ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku’

 

\

Post a Comment

0 Comments