Alhamdulillah, akhirnya pembuatan makalah ini selesai
juga. Makalah ini penulis buat untuk sebagai penunjang materi perkuliahan dan
pengajaran Psikolinguistik.
Penulis sangat bersyukur
kepada Tuhan YME, atas rahmat dan karunianya-lah makalah ini bisa
terselesaikan. Dan juga tak lupa penulis ucapkan terima kasih banyak kepada
keluarga, sahabat, dan kepada pihak-pihak yang telah berkenan meluangkan waktu
dan tenaganya untuk membantu penulis dalam membuat makalah ini. Karena tanpa
bantuan dari mereka, makalah ini tidak akan terwujud seperti sekarang ini.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan
penyajian materi pada makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu, untuk menyempurnakan makalah ini, baik dari
segi penyajian maupun dari materi yang terkandung di dalamnya, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Akhirnya, mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat
membantu rekan-rekan sekalian khususnya para rekanku mahasiswa STKIP-PGRI
Lubuklinggau.
Lubuklinggau, Mei
2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
……………………………………………………………………. i
Bab I Pendahuluan
………………………………………………………. 1
a. latar belakang
……………………………………………........... 1
b. rumusan masalah
……………………………………….............. 1
c.
tujuan …………………………………………………………….1
Bab II Pembahasan
……………………………………………….............. 2
a.
Evolusi Otak Manusia.. …………………………………………. 2
b. Otak Manusia VS otak
Binatang ………………………..……… 3
c. Kaitan antara Otak dan Bahasa
…….…………………….……... 4
d. Dua Sisi Otak
Manusia………………………………….............. 6
e. Gangguan Berbahasa
……………………………………………..7
f. Hipotesis Umur
Kritis …………………………………………….8
g. Metode Penelitian
Otak …………………………………………..9
Bab II Penutup ……………………………………………………………
10
a. kesimpulan
…………………………………………………….... 10
b.
saran dan kritik …………………………………………..............10
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………..
11
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah
Perkembangan bahasa manusia
terkait erat dengan perkembangan biologinya. Pertumbuhan bahasa pada manusia
mengikuti jadwal perkembangan genetiknya sehingga munculnya suatu unsur bahasa
tidak dapat dipaksakan. Faktor yang juga sangat penting dalam penguasaan bahasa
adalah faktor neurologis, yakni kaitan antara otak manusia dengan bahasa.
Struktur dan organisasi otak manusia untk memberikan pelita terhadap masalah
pemerolehan, pemahaman, dan pemakaian bahasa. Dalam makalah ini akan dibahas
pula akibat-akibat yang akan timbul bila ada gangguan pada otak.
Proses naturalisasi atau proses pematangan otak
bermula dari otak belahan kanan berangsur-angsur pindah ke bagian otak belahan
kiri. Sekitar umur 5 tahun proses lateralisasi atau pematangan otak sudah
berakhir. Namun, ada ahli yang menggambarkan bahwa proses lateralisasi berakhir
pada usia terbatas. Kemampuan anak untuk membentuk aturan-aturan bahasa yang
rumit, membuat kontruksi tata bahasa lisan dan tata bahasa isyarat, dan
melakukan semua hal di atas dalam waktu yang relatif singkat memang suatu
gejala yang menakjubkan. Usaha-usaha untuk memahami kerumitan kemampuan
kognitif manusia telah dimulai sejak dulu hingga kini. Salah satu sarana untuk
meneliti kemampuan dan proses-proses mental itu ialah dengan meneliti bahasa.
Sarana lain untuk tujuan yang digariskan tersebut adalah meneliti otak manusia
dan membandingkan fungsinya dengan otak hewan secara anatomis, psikologis, dan
perilaku. Studi yang memusatkan perhatian pada dasar-dasar biologis bahasa dan
peralatan-peralatan otak yang mendasari pemerolehan dan penggunaan bahasa
adalah ilmu neurolinguistik.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas
maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah oleh makalah ini adalah :
1. Bagaimana terjadinya evolusi otak manusia ?
2. Bagaimana perbandingan antara otak manusia dengan
otak binatang ?
3. Bagaimana kaitan antara otak dengan bahasa ?
4. Apa saja bagian-bagian otak manusia itu ?
5. Apa saja gangguan-gangguan berbahasa ?
6. Apa hipotesis umur kritis itu ?
7. Apa saja metode penelitian otak ?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk :
1. Menjelaskan terjadinya evolusi otak manusia.
2. Menjelaskan perbandingan antara otak manusia dan otak
binatang.
3. Menjelaskan kaitan antara otak dengan bahasa.
4. Mendeskripsikan bagian-bagian otak manusia.
5. Mendeskripsikan gangguan-gangguan berbahasa.
6. Menjelaskan hipotesis umur kritis.
7. Mendeskripsikan metode penelitian otak.
Manfaat penyusunan makalah ini adalah untuk menambah
wawasan mahasiswa STKIP-PGRI LLG tentang masalah bahasa dan otak dlm mata
kuliah Psikolinguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Evolusi Otak Manusia
Perkembangan otak ini dapat
dibagi menjadi 4 tahap ( Holloway 1996 : 85 ). Tahap pertama adalah tahap
perkembangan ukuran seperti yang dikatakan di atas. Tahap ini tampak pada Homo
Erectus yang ditemukan di Jawa dan yang ditemukan di cina. Tahap kedua adalah
adanya perubahan reorganisasi pada otak tersebut. Lembah-lembah pada otak yang
ada bergeser sehingga memperluas daerah lain seperti daerah yang dinamakan
daerah parietal. Perubahan ini terjadi pada masa praaustrolopithecus ke
austrolopithecus afarensis. Perubahan ketiga adalah munculnya sistem fiber yang
berbeda-beda pada daerah-daerah tertentu melalui corpus callosum. Fiber-fiber
ini dapat diibaratkan sebagai kabel listrik yang memberikan aliran-aliran
elektrik untuk menggerakkan atau melakukan sesuatu. Perkembangan terakhir
adalah munculnya dua hemisfer yang asimitris. Dua tahap terakhir ini terjadi
pada saat perubahan dari homo erectus ke homo sapiens. Dari gambaran singkat
ini tampak bahwa otak manusia telah mengalami evolusi dari yang paling
sederhana ke yang paling rumit seperti yang kita miliki sekarang.
2.
Otak Manusia VS Otak Binatang
Disamping bentuk tubuh dan
ciri-ciri fisikal lain, yang membedakan manusia dan binatang adalah terutama
otaknya. Dibandingkan dengan beberapa binatang lain seperti monyet dan anjing,
volume otak manusia memang lebih besar. Akan tetapi, yang memisahkan manusia
dari kelompok binatang, khususnya dalam hal penggunaan bahasa, bukanlah ukuran
otak dan bobotnya. Kerbau dan gajah jelas mempunyai otak yang lebih besar
daripada otak manusia tetapi tetap saja mahluk-mahluk ini tidak dapat
berbahasa. Sebaliknya manusia nanocephalic ( manusia kate ), yang otaknya hanya
sekitar 400 gram dan kira-kira sama dengan berat otak seekor simpanse umur tiga
tahun, dapat berbicara secara normal sedangkan simpanse tidak.
2.1
Otak Manusia
Dari segi ukurannya berat otak
manusia adalah antara 1-1,5 Kg ( Steinberg dkk 2001 : 311 ; Dingwall 1988 : 60
) dengan rata-rata 1330 gram ( Halloway 1966 : 77 ). Untuk ukuran orang barat,
ini hanyalah 2% dari berat badannya; untuk manusia Indonesia bahkan mungkin
kurang dari itu. Akan tetapi, ukuran yang sekecil ini menyedot 15% dari seluruh
peredaran darah dari jantung dan memerlukan 20% dari sumberdaya metabolik
manusia. Dari data ini saja tampak bahwa otak “ memerlukan “ perhatian khusus
dari badan kita dan tentunya ada alasan mengapa demikian.
Seluruh sistem saraf kita terdiri dari dua bagian
utama :
a) Tulang punggung yang bersambung-sambungan
( spiral cord )
b) Otak
Ada yang berpendapat bahwa ada
perbedaan antara otak pria dengan wanita dalam hal bentuknya, yakni hemisfer
kiri pada wanita lebih tebal daripada hemisfer kanan ( Steinberg dkk 2001 : 319
). Keadaan seperti inilah yang menyebabkan kelas bahasa umumnya didominasi oleh
wanita. Akan tetapi, temuan dari Philip dkk ( 1987 dalam Steinberg 2001 : 319 )
menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam pemrosesan bahasa antara pria
dan wanita, perbedaan ini hanyalah mengarah pada pengaruh budaya daripada
pengaruh genetik.
Mengenai otak pria dan wanita
ini, ada kecenderungan yang lebih besar bagi wanita untuk dapat sembuh dari
penyakit afasia daripada pria. Begitu juga afasia akan lebih sering muncul pada
pria daripada wanita saat mereka kena stroke.
2.2
Otak Binatang
Evolusi otak pada manusia
berbeda dengan mahluk lain. Pada mahluk seperti ikan, tikus, dan burung,
korteks serebral boleh dikatakan tidak tampak, padahal korteks inilah yang
sangat berkembang pada manusia. Pada mahluk lain seperti simpanse dan gorila
juga tidak terdapat daerah-daerah yang dipakai untuk memproses bahasa.
Sementara
orang memakai sebagian besar otaknya untuk proses mental termasuk proses
kebahasaan. Binatang seperti simpanse lebih banyak memakai otaknya untuk
kebutuhan fisik. Dari perbandingan antara otak manusia dengan otak binatang
yang paling modern sekali pun tampak bahwa baik struktur maupun organisasinya
sangat berbeda. Perbedaan neurologis seperti inilah yang membuat manusia dapat
berbahasa sedangkan binatang tidak.
3. Kaitan
Otak dengan bahasa
Orang sudah lama sekali
berbicara tentang otak dan bahasa. Aristotle pada tahun 384-322 sebelum masehi
telah berbicara soal hati yang melakukan hal-hal yang kini kita ketahui dilakukan
oleh otak. Begitu pula pelukis terkenal Leonardo da Vinci pada tahun 1500-an (
Dingwall 1998 : 53 ). Namun titik tolak yang umum dipakai adalah setelah
penemuan-penemuan yang dilakukan oleh broca dan wernicke pada tahun 1860-an.
Dari struktur serta organisasi otak manusia tampak bahwa otak memegang peran
yang sangat penting dalam bahasa.
Apabila input yang masuk dalam
bentuk lisan, maka bunyi itu ditanggapi di lobe temporal kemudian input diolah.
Setelah itu, maka bunyi tersebut dikirim ke daerah Wernicke untuk
diinpretasikan dan bunyi dipilah menjadi sukukata, kata, kalimat kemudian
dipahami artinya. Jika bunyi ini berupa informasi yang tidak perlu ditanggapi
maka cukup disimpan dalam memori. Tetapi, bila perlu ditanggapi secara verbal,
maka interpretasi itu dikirim ke daerah Broca melalui fasikulut arkuat.
4.
Dua Sisi Otak Manusia
Otak manusia dibagi menjadi
dua bagian, yakni hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Hemisfer kiri berguna untuk
membentuk ide dan hemisfer kanan sebagai pusat untuk mengawasi kesadaran letak
tubuh dan anggota badan lainnya, tugas-tugas untuk mengenal ruang, serta untuk
mengawasi suara. Pada waktu lahir belum ada pembagian antara otak kiri dan
kanan, kedua saling mengisi bila tugas pada salah satu bagian itu tidak dapat
dilaksanakan.
Pandangan lama memang
mengatakan bahwa ihwal kebahasaan itu ditangani oleh hemisfer kiri, dan sampai
sekarang pandangan itu masih juga banyak dianut orang dan banyak pula benarnya.
Penelitian wada ( 1949 ) yang memasukan cairan ke kedua hemisfer menunjukan
bahwa bila hemisfer kiri yang ditidurkan maka terjadilah gangguan wicara. Tes
yang dinamakan dichotic listening test yang dilakukan oleh kimura ( 1961 ) juga
menunjukan hasil yang sama. Kimura memberikan input, katakanlah kata da pada
telinga kiri, dan ba pada telinga kanan secara sumultan. Hasil eksperimen ini
menunjukan bahwa input yang masuk lewat telinga kanan jauh lebih akurat
daripada yang lewat telinga kiri.
Dari hasil operasi yang
dinamakan hemispherectomy operasi di mana satu hemisfer diambil dalam rangka
mencegah epilepsi, terbukti juga bahwa bila hemisfer kiri yang diambil maka
kemampuan berbahasa orang itu menurun dengan drastis. Sebaliknya, bila yang
diambil hemisfer kanan, orang tersebut masih dapat berbahasa, meskipun tidak
sempurna. Meskipun kasus-kasus di atas mendukung peran hemisfer kiri sebagai
hemisfer bahasa, dari penelitian-penelitian mutakhir didapatkan bahwa pandangan
ini tidak seluruhnya benar. Hemisfer kanan pun ikut berperan.
Seperti dikatakan sebelumnya,
pada saat manusia dilahirkan , pada kedua hemisfer itu belum ada lateralisasi,
yakni belum ada pembagian tugas. Hal ini terbukti dengan adanya kasus-kasus
dimana sebelum umur belasan ( 11, 12, 13 tahun ), anak yang cedera hemisfer
kirinya dapat memperoleh bahasa seperti anak yang normal. Hal ini menunjukkan
bahwa hemisfer kanan pun mampu untuk melakukan fungsi kebahasaan,
5.
Gangguan Berbahasa
Apabila aliran darah pada otak
tidak cukup, atau ada penyempitan pembuluh darah atau gangguan lain yang
menyebabkan jumlah oksigen yang diperlukan berkurang, maka akan terjadi
kerusakan pada otak. Penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah,
tersumbatnya pembuluh darah, atau kurangnya oksigen pada otak dinamakan stroke.
Stroke mempunyai berbagai
akibat karena adanya kontrol silang dari hemisfer kiri dan hemisfer kanan maka
stroke yang terdapat pada hemisfer kiri ( kalau menyebabkan gangguan fisik )
akan menyebabkan gangguan pada belahan badan sebelah kanan. Sebaliknya, kalau
stroke itu terjadi pada hemisfer kanan, maka bagian kiri tubuhlah yang akan
terganggu.
Akibat penyakit stroke juga
ditentukan oleh letak kerusakan pada hemisfer yang bersangkutan. Pada umumnya,
kerusakan pada hemisfer kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara. Gangguan
macam apa yang timbul ditentukan oleh persisnya di mana kerusakan itu terjadi.
Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke dinamakan afasia ( aphasia ).
5.1 Macam-macam afasia
Ada berbagai macam afasia
tergantung pada daerah mana di hemisfer kita yang kena stroke. Berikut adalah
beberapa macam yang umum ditemukan ( Kaplan 1994 : 1035 ).
1.
Afasia Broca
Kerusakan terjadi pada daerah
broca karena daerah ini berdekatan dengan jalur korteks motor maka sering
terjadi adalah bahwa alat-alat ujaran termasuk bentuk mulut menjadi terganggu;
kadang-kadang mulut bisa mencong. Afasia broca menyebabkan gangguan pada
perencanaan dan pengungkapan ujaran. Kalimat-kalimat yang diproduksi
patah-patah.
2.
Afasia Wernicke
Letak kerusakan adalah pada
daerah wernicke yakni bagian agak ke belakang dari lobe temporal. Korteks-korteks
lain yang berdekatan juga bisa ikut kena. Penderita afasia ini lancar dalam
berbicara, dan bentuk sintaksisnya juga cukup baik. Hanya saja
kalimat-kalimatnya sukar dimengerti karena banyak kata yang tidak cocok
maknanya dengan kata-kata lain sebelum dan sesudahnya.
3.
Afasia anomik
Kerusakan otak terjadi pada
bagian depan dari lobe parietal atau pada batas antara lobe parietal dengan
lobe temporal. Gangguan wicaranya tampak pada ketidakmampuan penderita untuk
mengaitkan konsep dan bunyi atau kata yang mewakilinya.
4.
Afasia global
Pada afasia ini kerusakan
terjadi tidak pada satu atau dua daerah saja tetapi di beberapa daerah yang
lain; kerusakan bisa menyebar dari daerah broca, melewati korteks motor menuju
ke lobe parietal dan sampai ke daerah wernicke. Luka yang sangat luas ini
tentunya mengakibatkan gangguan fisikal dan verbal yang sangat besar.
5.
Afasia konduksi
Bagian otak yang rusak pada
afasia ini adalah fiber-fiber yang ada pada fasikulus arkuat yang menghubungkan
lobe frontal dengan lobe temporal. Karena hubungan daerah broca di lobe frontal
yang menangani produksi dengan daerah wernicke di lobe temporal yang menangani
komprehensi terputus maka pasien afasia konduksi tidak dapat mengulang kata
yang baru saja diberikan kepadanya.
Disamping afasia, ada pula
bentuk gangguan wicara lain, daintaranya Disartria yaitu gangguan lafal yang
tidak jelas tetapi ujarannya utuh. Agnosia yaitu gangguan pada pembuatan ide.
Aleksia yaitu hilangnya kemampuan untuk membaca. Agrafia yaitu hilangnya kemampuan
untuk menulis dengan huruf-huruf yang normal.
Pengaruh stroke ternyata juga tidak
terbatas pada gangguan wicara saja, ada gangguan lain yang tidak langsung
berkaitan dengan bahasa. Misalnya penyakit apraksia yaitu kehilangan kemampuan
untuk melakukan gerakan-gerakan. Penyakit anterograde amnesia yaitu
ketidakmampuan untuk menyimpan informasi dalam jangka waktu lama. Penyakit
retrograde amnesia yaitu penyakit yang membuat seseorang tidak mampu mengingat
masa lalu. Serta penyakit prosopagnosia yaitu ketidakmampuan untuk mengenal
wajah.
6.
Hipotesis Umur Kritis
Sebelum mencapai umur belasan
bawah, sekitar umur 12 tahunan anak mempunyai kemampuan untuk memperoleh bahasa
mana pun yang disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada
aksennya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotesis yang bernama hipotesis umur
kritis yang diajukan oleh Lenneberg ( 1967 ). Pada esensinya hipotesis ini
mengatakan bahwa antara umur 2-12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa
mana pun dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga
Amerika yang tinggal di Jakarta dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak
itu bergaul dengan orang-orang indonesia sampai dengan umur 5-7 tahun, dia
pasti akan dapat berbahasa indonesia seperti anak jakarta yang lain.
7. Metode
Penelitian Otak
Kemajuan teknologi telah
membuat penelitian mengenai otak lebih maju. Kini telah terdapat CT atau CAT (
Computer Ized Axial Tomography ), PET ( Positron Emission Tomography ), MRI (
Magnetic Resonance Imaging ), dan ERPs ( Event Related Potentials ).
CT atau Cat scan memanfaatkan
sumber sinar X untuk merekam berbagai imaji yang oleh komputer kemudian
dibentuk imaji tiga dimensi dari seluruh atau sebagian otak. Berbeda dengan
CAT, PET dapat mempertunjukkan kegiatan otak secara langsung. Pada PET bahan
yang berisi radioaktif ringan disuntikkan ke pembuluh darah dan kemudian pola
aliran darah pada otak ditelusuri dengan alat detektor khusus yang diletakkan
pada kepala pasien.
Seperti halnya dengan CAT dan
PET, MRI mengukur fungsi otak dengan memanfaatkan jumlah aliran darah pada
daerah-daerah otak yang sedang aktif. Aktivitas seluler diukur melalui medan
magnetik yang menelusuri proton-proton pada aliran arah. Sedangkan ERPs
mengukur perubahan-perubahan voltase pada otak yang berkaitan dengan hal-hal
yang sensori, motorik, atau kognitif. Pengukuran perubahan voltase ini
mempunyai resolusi waktu yang ukurannya milidetik.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Evolusi otak manusia terbagi menjadi 4 tahap yakni: 1)
Homo Erectus, 2) Praaustrolopithecus, 3) Austrolopithecus afarensus, dan 4)
Homo Erectus. Antara otak manusia dengan binatang terdapat perbedaan dalam hal
struktur dan organisasi otaknya. Kaitan
antara otak dan bahasa yakni bahwa bahasa itu diproses di dalam otak. Terdapat
dua sisi otak manusia yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Gangguan-gangguan
wicara diantaranya aphasia,disartria, agnosia, aleksia, agrafia, dan disleksia.
Dan juga gangguan selain gangguan wicara yaitu anterograde amnesia,
hippocampus, retrograde amnesia, dan prosopagnosia.
Dalam hipotesis umur kritis menyebutkan bahwa sebelum
umur belasan bawah, anak mempunyai kemampuan untuk memperoleh bahasa mana pun
yang disajikan padanya secara natif. Serta metode dalam penelitian otak yakni :
1) CAT ( Computerized Axial Tomography ), 2) PET ( Positron Emission Tomography
), 3) MRI ( Magnetic Resonance Imaging ), dan 4) ERPs ( Event Related Potentials ).
2.
Kritik dan Saran
Jika ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah yang
kami buat ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar
saya bisa memperbaiki segala kekurangan dan kesalahan saya dalam pembuatan
makalah ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dradjowidjojo,
Seojono. 2005. Psikolinguistik : Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Yayasan
Obor : Jakarta.
0 Comments